Selamat Datang di Dunia PhotoGraph

Selamat Datang di Dunia PhotoGraph

Selasa, 23 Agustus 2011

Resensi buku "HARUS BISA ! "

Saya adalah penggemar buku-buku yang bertemakan kepemimpinan. Selama ini buku-buku dari Jack Welch, Bill Gates sampai Tiger Woods dan Jose Mourinho sudah banyak saya baca. Tapi jujur saja, saya sudah lamat tidak membaca buku biografi kepemimpinan dari orang Indonesia. Kalau saya tidak salah ingat, mungkin buku yang terakhir adalah buku otobiografi mantan Presiden Soeharto di saat saya masih SMP (kalau tidak salah bukunya berjudul “Soeharto, Bapak Pembangunan”. Tidak banyak yang saya ingat dari buku tersebut, kecuali cover bukunya yang dilukis secara brilyan oleh Basoeki Abdullah. Namun seingat saya, buku tersebut banyak dikomentari oleh orang sebagai buku “promosi Pak Harto”, atau “buku propaganda”. Saat itu saya masih terlalu kecil untuk dapat memahami arti hal tersebut, tapi yang jelas buku tersebut sempat menarik minat saya karena banyak cerita dan foto-foto liputan kegiatan Pak Presiden yang membuat saya mengagumi sosok beliau.
Hal yang sama saya rasakan saat pertama melihat buku ‘Harus Bisa!’ karangan asisten Presiden SBY, Dino Patti Djalal, di Gramedia beberapa waktu yang lalu. Saat saya membolak balik beberapa halaman, saya terkesan dengan suatu foto yang begitu indah, foto saat helikopter Presiden SBY beranjak dari Pasema, Jayawijaya, Papua. Foto ini menarik minat saya untuk membaca secara singkat tulisan yang datang bersamanya. Gaya penulisan yang berbentuk cerita dan penuh fakta-fakta menarik dan foto-foto yang eksklusif membuat saya memutuskan untuk membeli buku ini.
Singkat kata, buku sangat menarik untuk dibaca. Saya banyak menemukan cerita-cerita menarik di belakang layar kehidupan SBY sebagai presiden Republik Indonesia. Posisi Dino sebagai pembantu Presiden SBY membuat dirinya senantiasa berada di front seat untuk menyaksikan saat-saat bersejarah SBY berkiprah sebagai Presiden RI pertama yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Membaca cerita yang dipaparkannya, saya semakin tersadar bahwa menjadi Presiden RI pada saat ini adalah suatu tantangan kepemimpinan yang luar biasa.
Sebagai Presiden RI, pemimpin harus berdedikasi untuk bekerja keras; Anda akan temukan di buku ini cerita-cerita di mana SBY bekerja sampai dini hari, dan sering membuat pembantu-pembantunya kalang kabut mengejar deadline. SBY juga jarang melewati weekend tanpa tugas kepresidenan. Kondisi fisik prima dan ketahanan terhadap stress menjadi syarat mutlak.
Pemimpin juga harus berhati lapang; sanggup menerima kritik, hasutan dan perlakukan yang tidak mengenakkan dari banyak pihak, dan mampu menempatkan posisi dalam menanggapi hal ini, seperti kasus fitnah dari Eggy Sudjana yang sempat mengemuka beberapa tahun yang lalu.
Presiden RI juga membutuhkan pemimpin yang berintelektual tinggi. Contoh cerita di mana SBY terlibat langsung dalam menggagas Global Inter-Media Dialogue, atau upayanya menggolkan Bali Roadmap dalam Climate Change Conference di tahun 2007, membuat saya terus terang meragukan apakah (dengan penuh rasa hormat), Megawati, sanggup melakukan hal yang sama saat beliau menjadi Presiden.
Satu hal lain juga menarik dari kriteria kepemimpinan seorang Presiden adalah kemampuan dalam mengambil keputusan. Banyak orang yang mengatakan bahwa SBY adalah seorang yang indecisive. Mungkin saja hal itu benar. Namun kalau saya berusaha menyelami masalah yang dihadapi SBY, suatu pengambilan keputusan yang impulsif dan spontan justru bisa menimbulkan reperkusi yang panjang di masa mendatang bagi bangsa ini. Dalam pekerjaan saya, saya juga sering menyaksikan bagaimana keputusan strategis harus diambil dalam waktu yang singkat karena desakan kompetisi. Dalam konteks negara, timing pengambilan keputusan yang tepat bukan berarti semakin cepat keputusan diambil, hal itu lebih baik. Tergantung dari konstelasi politik yang dihadapi. Yang jelas, buku ini membuat Anda akan lebih mengapresiasi beberapa proses pengambilan keputusan yang diambil oleh SBY.
Tapi yang paling utama dalam era reformasi adalah Presiden RI harus merupakan pemimpin yang memiliki intergritas moral yang tinggi. Sewaktu SBY berkampanye untuk menjadi Presiden RI di tahun 2004, saya sudah mengira kalau SBY merupakan figur calon presiden yang paling jauh dari korupsi. Sebagai Jenderal TNI, beliau terlihat sederhana, kontras dengan beberapa Jenderal atau bahkan Kolonel TNI yang saya pernah temui atau lihat. Di dalam buku ini, Dino juga menuturkan beberapa cerita akan kesederhanaan SBY kendati telah menjadi presiden. Jam tangan SBY misalnya, masih merupakan jam tangan yang sama yang dikenakan beliau saat mengenal Dino pertama kali di tahun 2000.
Komitmen SBY dalam menumbuhkan budaya korporat dalam pemerintahannya juga patut diacungi jempol. Buku ini akan menampilkan sisi PNS yang berbeda dengan pandangan awam. PNS yang responsif, dan profesional. PNS yang bekerja sama kerasnya dengan karyawan swasta yang kadang dituntut bekerja around-the-clock demi target penjualan. Karyawan yang musti berintelektualitas tinggi untuk dapat mengimbangi atasannya. Dan SBY pun diceritakan bak manajer yang jempolan. Seorang pemimpin yang dapat dekat dengan bawahannya, namun tidak segan “mendamprat” apabila bawahannya melakukan hal yang kurang memuaskan. SBY juga tampil sebagai manajer yang sanggup memberikan panduan dan arahan yang baik untuk pengembangan karir anak buahnya.
Sounds like too good story to be true? Too perfect as a leader? Yes, maybe it is. Justru di sini lah kelemahan buku ini. There is no other side of story. Kelemahan dan kekurangan SBY kurang ter-ekspos. Namun mengingat tema buku ini, saya juga tidak bisa melihat bagaimana hal tersebut dapat dimasukkan ke dalam buku ini. Mungkin akan tidak sesuai misi buku ini, mungkin status penulis sebagai bawahan langsung SBY juga tidak memungkinkan hal tersebut, atau malah mungkin akan menjadi suatu bagian “sumbang” dari suatu rentetan cerita yang mengagumkan dari sosok seorang SBY.
Namun terlepas dari itu semua, terlepas dari apakah buku ini merupakan buku “propaganda” SBY untuk menghadapi Pemilihan Presiden di tahun 2009, ataupun terlepas apakah cerita-cerita yang dipaparkan oleh Dino merupakan suatu cerita ala sinetron yang penuh dramatisasi, tapi yang jelas buku ini banyak memberi pelajaran bagi kita untuk menyelami “what it takes to be leader”. Komplikasi antara waktu yang terbatas, stakeholders yang beragam, masalah yang selalu muncul, membuat kita tersadar menjadi seorang pemimpin yang besar bukan hanya membutuhkan kapabilitas dan ketrampilan yang terus menerus dikembangkan, tapi kadang juga memerlukan suatu bakat dan garis tangan seseorang untuk menjadi pemimpin.
Dan akhirnya, buku ini telah berhasil membuat saya mengagumi figur seorang SBY, seperti saya mengagumi figur Soeharto saat saya masih kecil dulu. Hanya saja, semoga kekaguman saya kali ini tidak berubah di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar